
Jakarta , Kamundanfm.com –Ketua DPN Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (Peradi-SAI), Juniver Girsang, meminta agar Jaksa Agung tidak diberi kewenangan untuk melakukan peninjauan kembali (PK). Dia menegaskan bahwa prinsip PK adalah untuk memenuhi hak dan kepentingan dari terdakwa dan ahli waris.
“Tetapi prinsip dari PK itu adalah kepentingan dari terdakwa ahli waris,” kata Junivers dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi III DPR RI dalam rangka pemberian masukan terkait revisi Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), Senin (24/3/2025).
Juniver menyampaikan hal itu karena dalam pasal 306 RUU KUHAP yang berbunyi apabila Mahkamah Agung membenarkan alasan Jaksa Agung sebagai pemohon peninjauan kembali, Mahkamah Agung menjatuhkan putusan berupa putusan pemidanaan dengan penerapan ketentuan pidana atau ketentuan pidana yang lebih berat. Juniver mengaku tak tahu adanya kalimat tambahan baru tersebut di dalam RUU KUHAP.”Ini kita tidak tahu ada kata ini,” kata Juniver.
Dia mengusulkan agar pasal ini tidak digunakan karena bertentangan dengan pasal 302 RUU KUHAP yang menyebutkan bahwa yang berhak mengajukan PK adalah terpidana dan ahli waris.
“Mungkin salah slip atau slipper ini, saya tidak tahu ini, ya tolong nanti dicermati, bahwa yang mengajukan PK adalah terdakwa dan ahli warisnya,” kata Juniver.
Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudirta, mengungkapkan bahwa pihak Komisi III menerima segala bentuk masukan termasuk soal dugaan upaya pelemahan terhadap fungsi advokat atau secara sepihak menguatkan institusi lainnya.
“Jika di dalam naskah ini masih ada beberapa kelemahan, tidak ada maksud Komisi III melemahkan advokat, terbayang saja tidak, dalam wacana juga tidak, bisa jadi ada kelalaian dari tim DPR, tim DPR ini manusia biasa,” kata dia.
Minta Siaran Langsung Sidang Diatur dalam RKUHAP
Selain itu Ketua DPN Perhimpunan Advokat Indonesia Suara Advokat Indonesia (Peradi-SAI), Juniver Girsang, meminta Komisi III DPR RI agar menambahkan ketentuan mengenai larangan siaran langsung saat persidangan dalam revisi Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dia meminta agar ketentuan itu dapat dimasukkan dalam klausul pasal 253 RUU KUHAP yang berbunyi setiap orang yang berada di ruang sidang pengadilan dilarang untuk mempublikasikan/liputan langsung proses persidangan secara langsung tanpa izin pengadilan. Namun, dalam ketentuan tersebut, media masih bisa melakukan siaran langsung dengan syarat mendapat ijin dari ketua majelis hakim yang memimpin persidangan.
“Dilarang mempublikasikan atau liputan langsung, tanpa seizin, bisa saja diizinkan oleh hakim, tentu ada pertimbangannya,” kata Juniver dalam rapat dengar pendapat umum dengan Komisi III DPR RI dalam rangka pemberian masukan terkait revisi Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin (24/3/2025).
Walau meminta agar penyiaran persidangan secara langsung meminta untuk dilarang kecuali atas izin hakim, Juniver tetap meminta agar awak media diperkenankan melakukan wawancara cegat atau konferensi pers di luar persidangan. Juniver tidak ingin haknya dalam menyampaikan informasi pasca persidangan dilarang.
“Ini harus clear, jadi bukan berarti advokatnya setelah dari sidang tidak boleh memberikan keterangan di luar,” kata Juniver.
Secara terpisah, Ketua Komisi III DPR RI, Habiburrokhman, menyampaikan bahwa usulan dari Peradi-SAI tidak menjadi putusan akhir terkait revisi KUHAP. Dia berjanji akan mengundang pemimpin redaksi media untuk dimintai keterangan dan pendapat soal siarang langsung proses persidangan.
“Pimpinan redaksi media massa dalam forum khusus supaya teman-teman juga berkontribusi aktif, bukan hanya memberitakan ya, tapi menyampaikan masukan, tadi misalnya soal peliputan di persidangan seperti apa, masukan kawan-kawan,” kata Habiburrokhman.
Dia memahami bahwa aturan larangan siaran langsung selama persidangan diusulkan karena adanya kekhawatiran kebocoran materi ke pihak luar. Dia khawatir siaran langsung dapat memengaruhi para saksi lain untuk memberikan pendapat atau kesaksian.
“Dalam pemeriksaan saksi, itu kan saksi diperiksa satu-satu, jadi jangan sampai satu saksi mempengaruhi saksi yang lain, kebanyakan kita tahu ini genuine atau enggak, nah seperti apa pengaturannya, jangan sampai saksi yang belum diperiksa, mendengar di luar, dia nyontek, lalu dicocok-cocokin kesaksiannya,” kata dia. (RBK-01)